I. Pendahuluan
Tulisan ini mengkaji tentang dinamika layar tancap ( layar tancep: red) di lingkup Jatikramat sebagai suatu ruang publik pada komunitas suburban perkotaan , karena di balik acara utama yaitu layar tancap ternyata banyak sekali aktivitas publik yang terbentuk karenanya, dari mulai aktivitas ekonomi, aktivitas interaksi antar individu ataupun kelompok-kelompok yang berusaha menunjukkan eksistensinya, dan berinteraksi dengan cara dan nilainya masing-masing, Pada dasarnya aktivitas menonton layar tancap biasanya hampir mirip dengan menonton bioskop dimana sajian utamanya berupa film, yang membedakan di sini mungkin hanya tempat penyelenggaraannya di mana layar tancap di adakan di lapangan terbuka dan moment pelaksanaanya yang biasanya terkait dengan perorangan yang sedang mengadakan suatu pesta(hajatan). seperti: perkawinan dan khitanan.
Pada kaum suburban layar tancap sangat identik dengan kebebasan karena di sinilah biasanya anak-anak di bebaskan oleh orang tuanya untuk keluar malam, pemuda-pemudi bebas untuk melepas rindu pada pasangannya dan ada juga individu atau kelompok yang biasanya hanya datang untuk mencari hiburan seperti mencari jajanan yang tersedia di sekitar area layar tancap, serta orang- orang yang datang sekedar mencari peruntungan dengan mengikuti permainan judi koprok[1] maupun judi roulette[2]. Bahkan ada beberapa komunitas waria yang mencoba eksis di tengah meriahnya gemerlap dunia malam ala kaum suburban,Prime time[3] layar tancap yang di mulai dari jam 08:30 sampai jam 00:00 dan sorlie time ( pemutaran film sampah / erotis :red)mulai jam 00:00-03:00 subuh, Hal ini mempengaruhi sistem kebebasan berperilaku bagi semua pelaku sosial dalam lingkup layar tancap ini walaupun tak selalu berkembang ke arah yang positif namun harus diakui dari sisi yang lain bahwa layar tancap merupakan sarana yang efektif sebagai pembentuk ruang publik karena di dalamnya aneka kelompok sosial mampu mengomunikasikan dan mewujudkan ragam kepentingannya.Hal Inipun terjadi di lingkungan Gg Tritis yang notabene adalah lingkungan tempat tinggal penulis, dengan ruang lingkup penelitian yang dekat dengan penulis diharapkan data yang didapat bisa untuk mewakili tujuan dari penelitian ini
Penulis mencoba menyajikan tulisan ini secara berkala di mulai dari deskripsi tentang layar tancap. Uraian berupa sejarah layar tancap, Perkembangan secara umum Kemudian dinamika layar tancap yang dilihat dari pandangan dari dua generasi yaitu generasi meningkat yaitu sebutan untuk generasi yang hidup di zaman keemasan layar tancap dan generasi menurun yaitu generasi yang hidup pada saat ini ketika layar tancap terancam punah.
Namun karena di sebabkan keterbatasan generasi, (dalam hal ini generasi meningkat ) maka penulis mengambil generasi meningkat dari akhir 80-an di mana waktu itu layar tancap masih menjadi primadona dalam hal hiburan kaum suburban perkotaan. Point of interest pada penelitian ini ialah penulis berusaha mengungkap dinamika sisi lain dari layar tancap dimana ruang interaksi alternatife tercipta karena adanya berbagai motif yang mendukung itu terjadi. Diantaranya adalah: layar tancap yang merupakan hiburan yang gratis serta akses yang mudah bagi publik didalam penyelengaraan layar tancap. Hal tersebut di uraikan oleh penulis berdasarkan hasil data yang di peroleh serta sudut pandang dari generasi meningkat serta generasi menurun, Yang nantinya akan bermuara pada sebuah kesimpulan kenapa layar tancap bisa disebut sebagai ruang publik .
II. Deskripsi layar tancap
Layar tancap mulai di kenal semenjak zaman penjajahan Belanda[4] dahulu layar tancap di sebut juga bioskop pes[5], karena isi film yang diputar berupa penyuluhan tentang penyakit pes yang waktu itu mewabah di Indonesia. Kemudian waktu zaman jepang layar tancap dijadikan alat propaganda jepang dalam misinya untuk menguasai tanah air. Waktu itu bahkan jepang sampai harus membawa ahli bioskop keliling dari jepang ke indonesia dalam penyelengaraan layar tancap.
Layar tancap sebutan ini sendiri muncul karena biasanya cara pemasangan tonggak penahan atau peregang layar yang ditancapkan ke tanah. Penyajianya dilengkapi pula dengan proyektor filmseluloid[6] ukuran 35 mm. sebagai media pemutar filmnya. layar tancap sangat cepat berkembang terutama di kalangan suburban karena merupakan sarana hiburan dan informasi yang merakyat krena cara penyajianya yang memakai lapangan terbuka. Hal ini membuat area di sekitar layar tancap kaya akan nilai karena diisi oleh para pelaku sosial yang berbeda-beda. faktor ini pula yang membuat layar tancap pernah sangat akrab dengan masyarakat di Indonesia khususnya di kalangan suburban perkotaan, terlebih pada masa keemasannya yaitu di era 70 dan 80-an. Disamping itu faktor yang membuat layar tancap berkembang ialah stigma dan prestice dari masyarakat pada wakttu itu yang menganggap bahwa jika hajatanya ingin sukses maka dalam hajatan tersebut itu wajib menggelar layar tancap sebagai hiburannya. Hingga kini layar tancap terus bertahan walupun dalam keadaan yang sebenarnya sangat jauh dari apa yang di namakanbisnis hiburan karena sangat jarangnya order yang datang membuat para pengusaha layar tancap bertahan dengan kondisi seadanya.
Primetime layar tancap biasanya di putar mulai pukul 20:30 sampai dengan 00:00. Film yang biasanya diputar saat itu adalah film yang sudah menjadi primadona (akrab dengan penonton) dan mampu membangkitkan romantisme masa lalu, contohnya seperti film yang di bintangi aktor laga macam Barry prima dan Advent Bangun, juga Rhoma Irama dengan judul film “satria bergitar”ada juga film dengan kategori komedi dengan bintang group Warkop serta Doyok dan Kadir.
Sedangkan untuk jam 00:00-03:00 film yang diputar bersifat erotis (esek-esek) biasanya film yang diputar merupakan film Indonesia yang di produksi awal tahun 90-an yang memang waktu itu bersegmentasi kearah erotisme (mengingat betapa lesunya perfilman pada waktu itu). Sedangkan posisi film barat dalam layar tancap menjadi prioritas kedua, Karena menurut pendapat para penonton jika tak mengerti bahasanya berarti tak ada gunanya mereka menyaksikan film itu. Hal ini dapat dimaklumi mengingat tingkat pendidikan para penonton layar tancap yang rata-rata kurang memadai untuk dapat mengerti bahasa (bahasa inggris :red) yang digunakan dalam film-film barat. Namun, seirng modernisasi film barat pun akhirnya mulai merambah ke dalam layar tancap salah satu film yang paling banyak di minati ialah film Rambo yang di bintangi Silvester Stallone, Seperti penuturan Junaidi ( 27 tahun) salah satu pemuda di lingkungan Gg tritis yang juga teman sepermainan penulis di waktu nongkrong yang sempat di wawancara penulis :
“Kalo pelem[7] barat yang laen gw kagak ngarti bahasanya lagian kalo pelem Rambo kan banyakan perangnya jadi gw enak nontonnya. Istilahnya kagak ribet dah”
Berdasarkan penuturan Junaidi di atas ternyata film Rambo diminati karena filmnya yang bertemakan laga sehingga porsi bahasa dalam film itu tak penting buat para penonton tetapi adegan laganyalah yang menjadi patokan kepuasan Junaidi sebagai penonton. Penuturan Junaidi bukan tanpa alasan mengingat tingkat pendidikan yang hanya sampai kelas 5 SD dapat di jadikan alasan mengapa Junaidi berpendapat demikian.
Lain lagi dengan Saipul yang tingkat pendidikannya setingkat SMA (MAN) pada dasarnya diapun mengamini pernyataan Junaidi tetapi ketika penulis mengajukan pertanyaan tentang tingkat pendidikanya yang seharusnya bisa lebih mengerti dan menikmati film barat dari sudut bahasanya/ ceritanya, Saipul menuturkan:
“ Gw mah sekolah nyampe MAN[8] karena emang disuruh enya[9], Baba[10] gw bakal nerusin ijazah pesantren[11] gw ,lagian kalo pelajaran bahasa inggris mah dari gw MTS juga cabut mulu, ,abis pelajarannya ribet, lagian mang di akherat di tanya pake bahasa inggris”
Disini penulis menemukan hal yang menarik yaitu nilai yang di anut oleh keluarga Saipul dan rata-rata keluarga lain di Gg Tritis adalah sebuah nilai lama yang berorientasi “Islam fundamentalis”yang agak tertutup pada nilai-nilai baru, sehingga dapat di katakan penduduk asli Gg Tritis yang keluarganya menganut nilai ini menjadi individu yang “agak anti globalisasi”[12]. Termasuk Saipul dan teman-temannya, karena sifat nilai tersebut adalah “ warisan” dari generasi ke generasi, Nilai historis dan budaya betawi yang kental dengan agama islam adalah sebab lain yang mempengaruhi transformasi nilai dimasyarakat Gg Tritis, Walaupun telah terjadi perubahan pada sistem nilai. Semenjak banyaknya para pendatang yang mengontrak rumah dilingkungan Gg Tritis. Namun sejatinya Nilai itu belum sepenuhnya hilang dari penduduk asli Gg Tritis.
11I. Dinamika layar tancap dilihat dari generasi ke generasi
Dekade 70 dan 80-an merupakan masa keemasan layar tancap kehadirannya selalu di tunggu oleh para penikmatnya termasuk di lingkungan Gg Tritis Jatikramat yang pada waktu itu belum menjadi sebuah Gg seperti sekarang[13], Saat itu hiburan layar tancap menjadi primadona dilingkup penduduk Gg Tritis[14], alasannya yaitu karena dekade 70 dan 80-an merupakan masa keemasan perfilman Indonesia, Produksi film Indonesia saat itu sangat beragam, Terbatasnya media audio visual yang tersedia pada waktu itu menjadi alasan lain di tambah banyaknya ruang kosong di sekitar Gg.Tritis.
H. Asad Salah satu pengusaha layar tancap yang tersisa di daerah saya menuturkan:
“ Dulu orang hajatan pasti nanggep layar tancep soalnya orang yang nanggep layar tancep biasanya orang-orang ada ( orang kaya:red) tong[15]!! terus hajatan yang ada layar tancepnya biasanya hajatanya bisa di omongin ma orang sekampung apalagi kalo pelemnya bagus bisa ampe seminggu diomonginnya, bisa nyohor[16] tuh orang”
Dari petikan wawancara di atas terlihat prestice ( berupa anggapan bahwa dia orang kaya) yang besar dari masyarakat kepada si empunya hajat bila dihajatannya terdapat layar tancap, yang akhirnya menimbulkan stigma ukuran keberhasilan sebuah hajatan. di lihat dari banyak tidaknya orang yang datang ke layar tancap.
Namun seiring perkembangan zaman layar tancap mulai “ditinggalkan” alasanya beragam dari mulai keterbatasan lahan, berkembangnya media audio visual, (stasiun televisi, DVD) yang menyuguhkan hiburan (berupa film) yang menawarkan kelebihan yaitu mudahnya akses dan ruang private dalam menyaksikan film.
[1] .Koprok ( permainan judi yang menggunakan dadu)
[2] .Roulette ( permainan judi dengan cara di putar,simbol yang biasanya di gunakan berupa angka atau gambar)
[3]. Primetime: istilah untuk pemutaran film utama( terbaru) di acara layar tancap
[4]. http://www.karbonjournal.org/id/karbon/detail.php, di akses pada tanggal 9 april 2009
[5]. Pes: penyakit yang di sebabkan bakteri pasteurella pestis biasanya menghinggapi hewan pengerat liar dan di tularkan secara berantai
[6].Seluloid: Ditemukan pada tahun 1868.berupa plastik yang berbahan nitroselulosa yang di lembutkan dengan kapur barus
[7] .Pelem ( kata lain untuk menyebut Film: dalam logat betawi)
[8] MAN (Madrasah Aliyah Negeri) adalah jenjang pendidikan setingkat SMA
[9] Enya (Sebutan untuk Ibu dalam kosa kata betawi)
[10] Baba (Sebutan untuk ayah dalam kosa kata betawi)
[11] . Saipul pernah mengenyam pendidikan pesantren di Cibarusah selama 3 tahun atas anjuran kakek dan pamannya yang juga merupakan ulama terkenal di daerah jatikramat II
[12] Hingga kini beberapa keluarga di Gg Tritis masih mempertahankan nilai ini dalam pola pendidikan di lingkup keluarga
[13] .Gang Tritis ada sejak tahun 1996
[14] Bentuk gang sendiri ada semenjak didirikanya bangunan laundry (kini bedeng) di arah akses masuk ke Rt03/02 hingga membentuk sebuah jalan masuk mirip gang
[15] Tong ( Panggilan untuk yang lebih muda dalam kosa kata betawi yang berarti: Nak atau Dik )
[16] Nyohor ( kata lain dariTerkenal dalam kosa kata betawi)